Senin, 10 November 2008

Dilematika Pembelajaran Bahasa: antara "Ketepatan" dengan "Kelancaran"

KETEPATAN BENTUK DAN KELANCARAN BERKOMUNIKASI
oleh: Asep Nurjamin

Saat ini dapat kita melihat bahwa metodologi pembelajaran bahasa itu selalu berada dalam situasi tarik menarik dalam sebuah dikotomi antara: (1) ketepatan bentuk atau struktur bahasa yang dipergunakan dengan (2) kelancaran dalam berkomunikasi. Menurut Nunan (2003:6), sebelum masa tahun 1970-an pembelajaran bahasa cenderung diarahkan pada penguasaan struktur kebahasaan. Pada masa itu, para siswa lebih didorong untuk menguasai tatabahasa, kosakata, serta tatabunyi. Hal ini dilakulan agar para siswa dapat membuat bentuk-bentuk baru berdasarkan prinsip analogi. Para siswa diarahkan untuk menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang benar dari segi tatabahasa, kosakata, serta tatabunyinya. Dengan demikian, pembelajaran seperti ini lebih mengutamakan aspek ketepatan, ‘accuracy’, dari segi tatabahasa, kosakata, serta tatabunyi dalam berkomunikasi. Akan tetapi, pembelajaran seperti ini kini dianggap tidak berhasil.
Baru pada tahun 1970-an tumbuh kesadaran bahwa pembelajaran bahasa itu harus diarahkan pada tujuan komunikatif. Metodologi pembelajaran diarahkan pada penguasaan makna komunikasi bukan pada ketepatan bentuk. Menurut Nunan (2003:7), pendekatan ini telah melahirkan pembelajaran yang berpusat pada siswa, ‘learner-centered education’. Selanjutnya, hal ini melahirkan pengajaran bahasa berdasarkan tugas, ‘task-based teaching’. Dalam hal ini pembelajaran bahasa berdasarkan pengalaman dengan tujuan untuk mencapai tujuan non-linguistik, yang memperlihatkan hubungan antara apa yang dipelajari di dalam kelas dengan apa yang benar-benar diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, tugas-tugas itu dapat dilihat pada saat mendengarkan ceramah, memesan makanan, menanyakan alamat rumah, tawar-menawar, dan sebagainya. Tugas-tugas tersebut memperlihatkan bahwa komunikasi itu tidak menghasilkan hal-hal yang linguistis tetapi menghasilkan hal-hal yang bersifat nonlinguistis. Hasil yang hendak diperoleh dari tawar-menawar barang adalah diberikannya barang itu dengan harga yang kita inginkan, bukan untuk menghasilkan struktur bahasa yang baik dan benar.
Kelancaran dalam berkomunikasi ditandai dengan: (1) kelancaran dalam mengungkapkan gagasan secara lisan dan tulis; (2) kelancaran dalam memahami isi tuturan serta tulisan orang lain. Untuk menguasai kecakapan ini para siswa harus diberi pelatihan yang cukup dalam menggunakan bahasa. Mereka tidak boleh terlalu dibebani dengan keharusan menggunakan bentuk-bentuk yang baku sampai mereka memiliki tingkat kelancaran yang memadai.