Rabu, 22 Oktober 2008

MEMBACA SEBAGAI BAGIAN DARI EMPAT KETERAMPILAN BERBAHASA
oleh: Asep Nurjamin


Kemampuan manusia dalam berkomunikasi dapat dibedakan atas empat keterampilan, yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Berdasarkan hakikatnya, keempat keterampilan ini dapat dibedakan atas keterampilan lisan dan tulis. Keterampilan menyimak dan keterampilan berbicara termasuk ke dalam kelompok keteramplan lisan sedangkan keterampilan membaca dan menulis termasuk ke dalam kelompok keterampilan tulis.
Keempat keterampilan itu pun dapat pula dibedakan atas keterampilan produktif dan keterampilan reseptif. Keterampilan berbicara dan keterampilan menulis termasuk kelompok keterampilan produktif sedangkan keterampilan menyimak dan membaca termasuk kelompok keterampilan yang bersifat reseptif.
Keterampilan berbicara disebut keterampilan yang bersifat produktif karena kegiatan berbicara selalu menghasilkan suatu produk berbicara yaitu tuturan atau pembicaraan. Keterampilan menulis disebut keterampilan yang bersifat produktif karena menghasilkan sesuatu produk yaitu tulisan. Pada pihak lain, keterampilan menyimak termasuk keterampilan yang bersifat reseptif karena keterampilan ini hanya bersifat memahami tuturan orang lain. Demikian pula halnya dengan keterampilan membaca yang hanya bersifat memahami tulisan orang lain.
Keterampilan berbahasa secara lisan yang meliputi keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan primer sedangkan keterampilan membaca dan menulis termasuk keterampilan sekunder. Alasannya, karena pada hakikatnya keterampilan manusia dalam berkomunikasi adalah keterampilan berbahasa secara lisan melalui bunyi-bunyi bahasa. Keterampilan berkomunikasi seperti ini dapat dilakukan oleh semua suku bangsa, hampir tidak ada suku bangsa yang tidak dapat berkomunikasi secara lisan di antara anggota kelompok suku bangsanya. Keterampilan seperti ini cenderung dapat dipelajari secara alamiah melalui pergaulan langsung dalam masyarakat. Karena bersifat alami itulah proses belajar berbicara dan menyimak itu berlangsung tanpa disadari oleh para pembelajarnya.
Berbeda dengan keterampilan lisan, keterampilan tulis, yang meliputi keterampilan membaca dan keterampilan menulis merupakan yang harus dipelajari. Orang yang tidak belajar membaca dan menulis mustahil dapat membaca dan menulis. Untuk itu diperlukan guru, sarana, dan media pembelajaran. Ada ahli yang menyatakan bahwa kedua keterampilan ini merupakan keterampilan yang hanya dimiliki oleh masyarakat modern yang telah mengenal dunia persekolahan. Kedua keterampilan ini tidak mungkin dimiliki oleh masyarakat tradisional. Oleh karena itu, keterampilan baca tulis ini digolongkan sebagai keterampilan yang bersifat sekunder.
DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KALIMAT UTAMA
MENJADI SEBUAH PARAGRAF
oleh: Asep Nurjamin, M.Pd.

Secara sederhana, menulis dapat diartikan sebagai “kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis”. Secara teoretis, menulis itu hampir tidak ada bedanya dengan berbicara. Keduanya merupakan cara untuk menyampaikan gagasan. Perbedaannya, berbicara menggunakan saluran lisan sedangkan menulis meng-gunakan saluran tulis. Akan tetapi, jika kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ternyata bahwa sebagian besar dari manusia lebih banyak yang mengungkapkan gagasan secara lisan dibandingkan dengan manusa yang mengungkapkan gagasan secara tertulis.
Mengungkapkan gagasan secara tertulis jauh lebih kompleks dibandingkan dengan mengungkapkan gagasan secara lisan. Itulah sebabnya keterampilan menulis memerlukan pelatihan khusus. Terdapat perbedaan tingkat kesulitan antara meng-ungkapkan gagasan secara lisan daripa mengungkapkan gagasan secara tertulis. Oleh karena itu, orang yang tidak melatih diri untuk menulis tidak mungkin menguasai dengan baik keterampilan menulis. Salah satu bentuk pelatihan menulis yang paling penting adalah menulis. Ya, asahlah keterampilan menulis Anda dengan menulis.
Sama dengan berbicara, untuk menulispun dimulai dengan adanya gagasan yang hendak disampaikan. Akan tetapi, pada saat akan mulaii menulis gagasan-gagasan kita itu seakan hilang dan sulit ditemukan. Berbeda dengan pada saat akan berbicara, gagasan-gagasan muncul dengan lancar dan mudah seolah-olah tanpa harus memikirkannya terlebih dahulu.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam mengungkapkan gagasan utama, cobalah bertanya kepada diri sendiri “Apa yang sebenarnya hendak kita sampaikan?”. Rumus-kan jawaban kita tersebut dalam bentuk kalimat pernyataan. Kalimat jawaban inilah yang lebih mudah untuk dijadikan kalimat utama dari paragraf yang akan kita tulis.
Untuk menjadi sebuah paragraf, kalimat utama itu harus diikuti dengan kalimat kedua. Kalimat kedua ini dapat berupa penjelasan dari kalimat pertama. Selain itu, kalimat kedua ini dapat pula berupa kebalikan, contoh, atau rincian dari isi pernyataan kalimat pertama. Demikian pula halnya dengan kalimat-kalimat selanjutnya.
Jumlah kalimat yang kita buat pada paragraf pertama ini tidak terbatas. Keputusan untuk membuat paragraf baru, didasarkan pada tingkat keluasan pengembangan kalimat utama dari paragraf tersebut. Apabila kita merasa bahwa kaimat baru yang akan kita tulis berikutnya sudah berbeda dari kalimat utama pada paragraf pertama, tempatkan kalimat tersebut pada paragraf berikutnya.
Pertemuan I
PENDEKATAN KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
oleh: Asep Nurjamin, M.Pd.

Pendekatan komunikatif mulai dikenal pada awal tahun 1970-an di Inggris. Pendekatan ini merupakan pionir dalam pembelajaran bahasa yang memulai menggunakan pendekatan yang benar-benar ditujukan untuk kepentingan pembelajaran yang terpisah dari Linguistik. Sebelumnya, pendekatan pembelajaran bahasa senantiasa diturunkan dari teori Linguistik tertentu seperti Strukturalisme.
Pada dasarnya, pendekatan komunikatif ini merupakan pendekatan pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pembelajaran pada penguasaan kecakapan berbahasa daripada penguasaan struktur bahasa. Ahli-ahli pembelajaran di Inggris yang pertama mendukung gagasan ini di antaranya Christopher Chandlin dan Henry Widdowson sedangkan ahli Linguistik Fungsional Inggris yang mendukung gagasan ini adalah John Firth dan M.A.K. Halliday. Sosiolinguis Amerika yang mendukung gagasan ini di antaranya Dell Hymes, John Gumperz, dan William Labov sedangkan ahli filsafat Amerikanya adalah John Austin dan John Searle.
Salah satu prinsip pembelajaran bahasa menurut pandangan para ahli pendekatan Komunikatif dikemukakan oleh Canale dan Swain (1980), yang secara tegas mengatakan bahwa kemampuan berbahasa seorang anak itu sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan kompetensi komunikatif, yang terdiri atas empat kompetensi yang meliputi: (1) kompetensi gramatikal, (2) kompetensi sosiolinguistik, (3) kompetensi kewacanaan, serta (4) kompetensi strategik. Setiap anak akan dapat berkomunikasi dalam bahasa tertentu apabila anak itu mnguasai empat kompetensi tersebut.
Kompetensi gramatikal yaitu pengetahuan dan kemampuan dalam bidang tatabunyi, kosakata, serta tatabahasa. Kompetensi sosiolinguistik menyangkut penguasaan memilih bentuk komunikasi yang sesuai dengan lawan bicara, tempat, suasana, saluran komunikasi, serta aspek lain yang harus dipertimbangkan dalam berkomunikasi. Kompetensi kewacanaan meliputi kemampuan memilih bentuk wacana yang sesuai dengan konteks komunikasi. Kompetensi strategik mencakup keberanian, rasa percaya diri, kemampuan berbagi peran dengan lawan bicara, pemanfaatan peluang untuk berbicara, dan sebagainya.
Pandangan lain tentang kompetensi komunikatif ini dikemukakan oleh Richards et al (1992:65). Menurutnya, kompetensi komunikatif itu meliputi: (1) pengetahuan tentang tatabahasa dan kosakata, (2) pengetahuan tentang tatabicara seperti kapan harus memulai atau mengakhiri pembicaraan, tofik apa yang pantas dibicarakan, dan sebagainya; (3) pengetahuan tentang bagaimana menggunakan dan member respon terhadap tindak tutur yang berbeda, seperti: meminta, memohon maaf, berterima kasih, mengundang, mengajak, atau merayu; (4) mengetahui cara menggunakan bahasa secara tepat dengan mempertimbangkan sopan santun, adat istiadat, kebiasaan, dan sebagainya.