Senin, 08 Desember 2008

SERI: MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS

DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KALIMAT UTAMA
MENJADI SEBUAH PARAGRAF
oleh: Asep Nurjamin, M.Pd.

Secara sederhana, menulis dapat diartikan sebagai “kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis”. Secara teoretis, menulis itu hampir tidak ada bedanya dengan berbicara. Keduanya merupakan cara untuk menyampaikan gagasan. Perbedaannya, berbicara menggunakan saluran lisan sedangkan menulis meng-gunakan saluran tulis. Akan tetapi, jika kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ternyata bahwa sebagian besar dari manusia lebih banyak yang mengungkapkan gagasan secara lisan dibandingkan dengan manusa yang mengungkapkan gagasan secara tertulis.
Mengungkapkan gagasan secara tertulis jauh lebih kompleks dibandingkan dengan mengungkapkan gagasan secara lisan. Itulah sebabnya keterampilan menulis memerlukan pelatihan khusus. Terdapat perbedaan tingkat kesulitan antara meng-ungkapkan gagasan secara lisan daripa mengungkapkan gagasan secara tertulis. Oleh karena itu, orang yang tidak melatih diri untuk menulis tidak mungkin menguasai dengan baik keterampilan menulis. Salah satu bentuk pelatihan menulis yang paling penting adalah menulis. Ya, asahlah keterampilan menulis Anda dengan menulis.
Sama dengan berbicara, untuk menulispun dimulai dengan adanya gagasan yang hendak disampaikan. Akan tetapi, pada saat akan mulaii menulis gagasan-gagasan kita itu seakan hilang dan sulit ditemukan. Berbeda dengan pada saat akan berbicara, gagasan-gagasan muncul dengan lancar dan mudah seolah-olah tanpa harus memikirkannya terlebih dahulu.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam mengungkapkan gagasan utama, cobalah bertanya kepada diri sendiri “Apa yang sebenarnya hendak kita sampaikan?”. Rumus-kan jawaban kita tersebut dalam bentuk kalimat pernyataan. Kalimat jawaban inilah yang lebih mudah untuk dijadikan kalimat utama dari paragraf yang akan kita tulis.
Untuk menjadi sebuah paragraf, kalimat utama itu harus diikuti dengan kalimat kedua. Kalimat kedua ini dapat berupa penjelasan dari kalimat pertama. Selain itu, kalimat kedua ini dapat pula berupa kebalikan, contoh, atau rincian dari isi pernyataan kalimat pertama. Demikian pula halnya dengan kalimat-kalimat selanjutnya.
Jumlah kalimat yang kita buat pada paragraf pertama ini tidak terbatas. Keputusan untuk membuat paragraf baru, didasarkan pada tingkat keluasan pengembangan kalimat utama dari paragraf tersebut. Apabila kita merasa bahwa kaimat baru yang akan kita tulis berikutnya sudah berbeda dari kalimat utama pada paragraf pertama, tempatkan kalimat tersebut pada paragraf berikutnya.

Senin, 10 November 2008

Dilematika Pembelajaran Bahasa: antara "Ketepatan" dengan "Kelancaran"

KETEPATAN BENTUK DAN KELANCARAN BERKOMUNIKASI
oleh: Asep Nurjamin

Saat ini dapat kita melihat bahwa metodologi pembelajaran bahasa itu selalu berada dalam situasi tarik menarik dalam sebuah dikotomi antara: (1) ketepatan bentuk atau struktur bahasa yang dipergunakan dengan (2) kelancaran dalam berkomunikasi. Menurut Nunan (2003:6), sebelum masa tahun 1970-an pembelajaran bahasa cenderung diarahkan pada penguasaan struktur kebahasaan. Pada masa itu, para siswa lebih didorong untuk menguasai tatabahasa, kosakata, serta tatabunyi. Hal ini dilakulan agar para siswa dapat membuat bentuk-bentuk baru berdasarkan prinsip analogi. Para siswa diarahkan untuk menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang benar dari segi tatabahasa, kosakata, serta tatabunyinya. Dengan demikian, pembelajaran seperti ini lebih mengutamakan aspek ketepatan, ‘accuracy’, dari segi tatabahasa, kosakata, serta tatabunyi dalam berkomunikasi. Akan tetapi, pembelajaran seperti ini kini dianggap tidak berhasil.
Baru pada tahun 1970-an tumbuh kesadaran bahwa pembelajaran bahasa itu harus diarahkan pada tujuan komunikatif. Metodologi pembelajaran diarahkan pada penguasaan makna komunikasi bukan pada ketepatan bentuk. Menurut Nunan (2003:7), pendekatan ini telah melahirkan pembelajaran yang berpusat pada siswa, ‘learner-centered education’. Selanjutnya, hal ini melahirkan pengajaran bahasa berdasarkan tugas, ‘task-based teaching’. Dalam hal ini pembelajaran bahasa berdasarkan pengalaman dengan tujuan untuk mencapai tujuan non-linguistik, yang memperlihatkan hubungan antara apa yang dipelajari di dalam kelas dengan apa yang benar-benar diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, tugas-tugas itu dapat dilihat pada saat mendengarkan ceramah, memesan makanan, menanyakan alamat rumah, tawar-menawar, dan sebagainya. Tugas-tugas tersebut memperlihatkan bahwa komunikasi itu tidak menghasilkan hal-hal yang linguistis tetapi menghasilkan hal-hal yang bersifat nonlinguistis. Hasil yang hendak diperoleh dari tawar-menawar barang adalah diberikannya barang itu dengan harga yang kita inginkan, bukan untuk menghasilkan struktur bahasa yang baik dan benar.
Kelancaran dalam berkomunikasi ditandai dengan: (1) kelancaran dalam mengungkapkan gagasan secara lisan dan tulis; (2) kelancaran dalam memahami isi tuturan serta tulisan orang lain. Untuk menguasai kecakapan ini para siswa harus diberi pelatihan yang cukup dalam menggunakan bahasa. Mereka tidak boleh terlalu dibebani dengan keharusan menggunakan bentuk-bentuk yang baku sampai mereka memiliki tingkat kelancaran yang memadai.

Rabu, 22 Oktober 2008

MEMBACA SEBAGAI BAGIAN DARI EMPAT KETERAMPILAN BERBAHASA
oleh: Asep Nurjamin


Kemampuan manusia dalam berkomunikasi dapat dibedakan atas empat keterampilan, yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Berdasarkan hakikatnya, keempat keterampilan ini dapat dibedakan atas keterampilan lisan dan tulis. Keterampilan menyimak dan keterampilan berbicara termasuk ke dalam kelompok keteramplan lisan sedangkan keterampilan membaca dan menulis termasuk ke dalam kelompok keterampilan tulis.
Keempat keterampilan itu pun dapat pula dibedakan atas keterampilan produktif dan keterampilan reseptif. Keterampilan berbicara dan keterampilan menulis termasuk kelompok keterampilan produktif sedangkan keterampilan menyimak dan membaca termasuk kelompok keterampilan yang bersifat reseptif.
Keterampilan berbicara disebut keterampilan yang bersifat produktif karena kegiatan berbicara selalu menghasilkan suatu produk berbicara yaitu tuturan atau pembicaraan. Keterampilan menulis disebut keterampilan yang bersifat produktif karena menghasilkan sesuatu produk yaitu tulisan. Pada pihak lain, keterampilan menyimak termasuk keterampilan yang bersifat reseptif karena keterampilan ini hanya bersifat memahami tuturan orang lain. Demikian pula halnya dengan keterampilan membaca yang hanya bersifat memahami tulisan orang lain.
Keterampilan berbahasa secara lisan yang meliputi keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan primer sedangkan keterampilan membaca dan menulis termasuk keterampilan sekunder. Alasannya, karena pada hakikatnya keterampilan manusia dalam berkomunikasi adalah keterampilan berbahasa secara lisan melalui bunyi-bunyi bahasa. Keterampilan berkomunikasi seperti ini dapat dilakukan oleh semua suku bangsa, hampir tidak ada suku bangsa yang tidak dapat berkomunikasi secara lisan di antara anggota kelompok suku bangsanya. Keterampilan seperti ini cenderung dapat dipelajari secara alamiah melalui pergaulan langsung dalam masyarakat. Karena bersifat alami itulah proses belajar berbicara dan menyimak itu berlangsung tanpa disadari oleh para pembelajarnya.
Berbeda dengan keterampilan lisan, keterampilan tulis, yang meliputi keterampilan membaca dan keterampilan menulis merupakan yang harus dipelajari. Orang yang tidak belajar membaca dan menulis mustahil dapat membaca dan menulis. Untuk itu diperlukan guru, sarana, dan media pembelajaran. Ada ahli yang menyatakan bahwa kedua keterampilan ini merupakan keterampilan yang hanya dimiliki oleh masyarakat modern yang telah mengenal dunia persekolahan. Kedua keterampilan ini tidak mungkin dimiliki oleh masyarakat tradisional. Oleh karena itu, keterampilan baca tulis ini digolongkan sebagai keterampilan yang bersifat sekunder.
DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KALIMAT UTAMA
MENJADI SEBUAH PARAGRAF
oleh: Asep Nurjamin, M.Pd.

Secara sederhana, menulis dapat diartikan sebagai “kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis”. Secara teoretis, menulis itu hampir tidak ada bedanya dengan berbicara. Keduanya merupakan cara untuk menyampaikan gagasan. Perbedaannya, berbicara menggunakan saluran lisan sedangkan menulis meng-gunakan saluran tulis. Akan tetapi, jika kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ternyata bahwa sebagian besar dari manusia lebih banyak yang mengungkapkan gagasan secara lisan dibandingkan dengan manusa yang mengungkapkan gagasan secara tertulis.
Mengungkapkan gagasan secara tertulis jauh lebih kompleks dibandingkan dengan mengungkapkan gagasan secara lisan. Itulah sebabnya keterampilan menulis memerlukan pelatihan khusus. Terdapat perbedaan tingkat kesulitan antara meng-ungkapkan gagasan secara lisan daripa mengungkapkan gagasan secara tertulis. Oleh karena itu, orang yang tidak melatih diri untuk menulis tidak mungkin menguasai dengan baik keterampilan menulis. Salah satu bentuk pelatihan menulis yang paling penting adalah menulis. Ya, asahlah keterampilan menulis Anda dengan menulis.
Sama dengan berbicara, untuk menulispun dimulai dengan adanya gagasan yang hendak disampaikan. Akan tetapi, pada saat akan mulaii menulis gagasan-gagasan kita itu seakan hilang dan sulit ditemukan. Berbeda dengan pada saat akan berbicara, gagasan-gagasan muncul dengan lancar dan mudah seolah-olah tanpa harus memikirkannya terlebih dahulu.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam mengungkapkan gagasan utama, cobalah bertanya kepada diri sendiri “Apa yang sebenarnya hendak kita sampaikan?”. Rumus-kan jawaban kita tersebut dalam bentuk kalimat pernyataan. Kalimat jawaban inilah yang lebih mudah untuk dijadikan kalimat utama dari paragraf yang akan kita tulis.
Untuk menjadi sebuah paragraf, kalimat utama itu harus diikuti dengan kalimat kedua. Kalimat kedua ini dapat berupa penjelasan dari kalimat pertama. Selain itu, kalimat kedua ini dapat pula berupa kebalikan, contoh, atau rincian dari isi pernyataan kalimat pertama. Demikian pula halnya dengan kalimat-kalimat selanjutnya.
Jumlah kalimat yang kita buat pada paragraf pertama ini tidak terbatas. Keputusan untuk membuat paragraf baru, didasarkan pada tingkat keluasan pengembangan kalimat utama dari paragraf tersebut. Apabila kita merasa bahwa kaimat baru yang akan kita tulis berikutnya sudah berbeda dari kalimat utama pada paragraf pertama, tempatkan kalimat tersebut pada paragraf berikutnya.
Pertemuan I
PENDEKATAN KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
oleh: Asep Nurjamin, M.Pd.

Pendekatan komunikatif mulai dikenal pada awal tahun 1970-an di Inggris. Pendekatan ini merupakan pionir dalam pembelajaran bahasa yang memulai menggunakan pendekatan yang benar-benar ditujukan untuk kepentingan pembelajaran yang terpisah dari Linguistik. Sebelumnya, pendekatan pembelajaran bahasa senantiasa diturunkan dari teori Linguistik tertentu seperti Strukturalisme.
Pada dasarnya, pendekatan komunikatif ini merupakan pendekatan pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pembelajaran pada penguasaan kecakapan berbahasa daripada penguasaan struktur bahasa. Ahli-ahli pembelajaran di Inggris yang pertama mendukung gagasan ini di antaranya Christopher Chandlin dan Henry Widdowson sedangkan ahli Linguistik Fungsional Inggris yang mendukung gagasan ini adalah John Firth dan M.A.K. Halliday. Sosiolinguis Amerika yang mendukung gagasan ini di antaranya Dell Hymes, John Gumperz, dan William Labov sedangkan ahli filsafat Amerikanya adalah John Austin dan John Searle.
Salah satu prinsip pembelajaran bahasa menurut pandangan para ahli pendekatan Komunikatif dikemukakan oleh Canale dan Swain (1980), yang secara tegas mengatakan bahwa kemampuan berbahasa seorang anak itu sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan kompetensi komunikatif, yang terdiri atas empat kompetensi yang meliputi: (1) kompetensi gramatikal, (2) kompetensi sosiolinguistik, (3) kompetensi kewacanaan, serta (4) kompetensi strategik. Setiap anak akan dapat berkomunikasi dalam bahasa tertentu apabila anak itu mnguasai empat kompetensi tersebut.
Kompetensi gramatikal yaitu pengetahuan dan kemampuan dalam bidang tatabunyi, kosakata, serta tatabahasa. Kompetensi sosiolinguistik menyangkut penguasaan memilih bentuk komunikasi yang sesuai dengan lawan bicara, tempat, suasana, saluran komunikasi, serta aspek lain yang harus dipertimbangkan dalam berkomunikasi. Kompetensi kewacanaan meliputi kemampuan memilih bentuk wacana yang sesuai dengan konteks komunikasi. Kompetensi strategik mencakup keberanian, rasa percaya diri, kemampuan berbagi peran dengan lawan bicara, pemanfaatan peluang untuk berbicara, dan sebagainya.
Pandangan lain tentang kompetensi komunikatif ini dikemukakan oleh Richards et al (1992:65). Menurutnya, kompetensi komunikatif itu meliputi: (1) pengetahuan tentang tatabahasa dan kosakata, (2) pengetahuan tentang tatabicara seperti kapan harus memulai atau mengakhiri pembicaraan, tofik apa yang pantas dibicarakan, dan sebagainya; (3) pengetahuan tentang bagaimana menggunakan dan member respon terhadap tindak tutur yang berbeda, seperti: meminta, memohon maaf, berterima kasih, mengundang, mengajak, atau merayu; (4) mengetahui cara menggunakan bahasa secara tepat dengan mempertimbangkan sopan santun, adat istiadat, kebiasaan, dan sebagainya.

Rabu, 18 Juni 2008

Sajak Yasana Yus Rusyana

Yus Rusyana

TUKEURAN IEU SAJAK

Tukeuran ieu sajak

Ku salambar simbut atawa samak saheulay

Heug rungkupkeun ka barudak anu teu kaburu heuay

Pating golepak dina trotoar

Tukeuran ieu sajak ku beas wuluh atawa heucak

Heug sidkahkeun ka nu haropak

Anu mangkuk di saung atawa di kolong sasak

Tukeuran ieu sajak

Ku sababaraha siki pelor

Heug tembakkeun kana genggerong koruptor manipulator

Sina enya kalojor

Tukeuran ieu sajak

Ku beubeutian tina kalbu anu rido

Keur nyebor anu balangsak

(lamun teu kitu sasaak)

Ciliwung 19 Juli 1966

Minggu, 01 Juni 2008

MEMORI DAN KEMAMPUAN BERBAHASA

MEMORI DAN KEMAMPUAN BERBAHASA

Asep Nurjamin

A. Pengertian Memori

Istilah memori mengacu pada dua pengertian: (1) sebuah wilayah yang terdapat di dalam diri manusia (2) sebuah alat yang berfungsi untuk menyimpan fakta atau peristiwa. Hasil penelitian yang dilakukan ahli bedah syaraf bernama Wilder Penfield memperlihatkan bahwa memori itu berada pada daerah lobe temporal. Ada juga pendapat yang mengaakan bahwa memori tidak terdapat pada satu daerah elainkan menyebar pada seluruh bagian otak.

B. Jenis-Jenis Memori

Menurut Penfield dan Roberts (1959) ada tiga macam memori. Pertama, memori pengalaman, memori konseptual, serta memori kata.

Memori pengalaman adalah memori yang berkaitan apa yang kita alami pada masa yang lalu. Memori konseptual adalah memori yang dipakai untuk membangun konsep berdasarkan fakta yang sudah tersedia. Memori kata adalah memori yang berfungsi untuk menghubungkan sebuah konsep dengan wujud bunyi bahasa dari konsep tersebut.

Pada pihak lain, Squire dan Kandel (1999) membagi memori menjadi dua, yaitu memori non deklaratif dan memori deklaratif. Memori nondeklaratif berasal dari pengalaman tetapi terwujud dalam bentuk perilaku, bukan rekoleksi terhadap peristiwa masa lalu. Memori ini lebih bersifat instingtif. Sebaliknya, memori deklaratif adalah memori untuk peristiwa, fakta, kata, wajah, musik, serta semua bentuk pengetahuan yang telah kita miliki. Pemerolehan memori ini sangat dipengaruhi oleh enam hal berikut ini.

Pertama, faktor sikap. Semakin positif sikap kita terhadap sesuatu fakta akan semakin kuat kecenderunggannya untuk disimpan dalam memori. Kedua, faktor pengulangan. Semakin sering diulang akan semakin kuat tertanam dalam memori. Ketiga, faktor relevansi. Apabila seseorang merasa relevan atau sesuai dengan sesuatu fakta niscaya fakta itu tidak mudah dilupakan. Keempat, faktor signifikansi. Sesuatu yang dianggap bermakna dan berpengaruh terhadap kehidupan akan tetap dikenang dan tinggal dalam memori. Kelima, faktor pelatihan. Pelatihan dalam situasi yang mendekati keadaan yang sebenarnya seperti yang dilakukan pada gladi resik akan membuat orang mengingat dengan baik. Keenam, faktor keteraturan. Sesuatu yang ditempatkan secara teratur dan pada tempatnya akan memudahkan orang untuk mengingatnya.

Wiliiam James, membagi memori menjadi dua jenis, yaitu memori pendek dan memori panjang. Memori pendek terdiri atas dua bagian, yaitu memori sejenak dan memori kerja. Memori pendek berfungsi sebagai penahan informasi secara temporer sampai memori itu dimasukkan ke dalam memori panjang atau dilupakan. Memori pendek hanya menyimpan informasi sekitar 30 detik. Lamanya waktu tersebut sebenarnya dapat diperpanjang dengan mengulangnya. Perpanjangan seperti ini membuat memori sejenak berubah menjadi memori kerja.

Ahli lain, yaitu Chafe (1973) menganggap ada tiga macam memori yang meliputi: (1) memori permukaan, (2) memori dangkal, dan (3) memori dangkal. Kesadaran kita akan sesuatu akan bergantung pada empat macam rangsangan. Pertama, kita menyadari ada sesuatu karena adanya persepsi sensori yang diterima panca indra dan langsung masuk ke dalam kesadaran kita. Kedua, kesadaran itu akan ditampung dalam memori permukaan untuk beberapa saat. Ketiga, rangsangan tersebut selanjutnya dipindahkan ke memori dangkal. Informasi atau rangsangan yang ada pada memori dangkal ini sewaktu-waktu dapat dipanggil dalam keadaan utuh. Akhirnya, informasi tersebut akan dikirim ke memori dalam untuk disimpan dalam masa yang cukup lama.

Disarikan oleh Asep Nurjamin dari Soejono Dardjowidjojo (2003 Yayasan Obor Idonesia)

Kamis, 29 Mei 2008

M A C A

Ku Asep Nurjamin

Panganteur

Maca teh mangrupa salah sahiji seler tina opat kaparigelan ngagunakeun basa. Lamun urang nitenan nu keur maca tinangtu baris kanyahoan yen maca teh teu merlukeun aktivitas fisik, padahal sabenerna pikiran nu maca teh digawe kalawan daria. Upama teu kitu tinangtu nu maca teh moal meunang hasil nanaon tina wacana nu dibacana. Jadi, maca teh teu bisa disebut pagawean pasif tapi kaasup kagiatan aktif reseptif. Disebut kitu soteh pedah maca teh mangrupa usaha pikeun ngahartikeun, ‘memahami’ hasil pikiran nu nulisna.

Dina kahirupan sapopoe, maca teh ngabogaan mangpaat nu cukup penting. Salaku manusa urang ngabogaan sifat hayang nyaho sagala kajadian, perkara, kaayaan, jeung kamajuan-kamajuan nu lumangsung di sabudeureun lingkungan hirupna. Di sagigireun eta manusa oge diwatesanan ku waktu, kamampuan, jeung kasempetan, kulantaran kitu asana teh mustahil pikeun nangenan sakabeh kajadian nu lumangsung,. Lebah dieu pisan mangfaat maca teh.

Ti mimiti taun genep puluhan pemarentah ngusahakeun sangkan masarakat Indonesia bisa maca jeung nulis. Maksud nu leuwih jerona mah nyaeta sangkan rahayat palinter. Patani jadi patani nu ngagunakeun elmu tatanen anu bener, jadi padagang anu ngagunakeun elmu dagang anu bener, jeung sajabana; ceuk cohagna ngaliwatan maca kabeh rahayat ditarekahan jadi masarakat anu ilmiah. Tapi jigana mah eta cita-cita teh masih keneh hese diwujudkeunana lantaran loba pisan barebedanana. Boh, ti pihak masarakat sorangan boh ti pihak pamarentahna.

Numutkeun Ahmad Slamet, lamun dipasing-pasing tina jihad maca, masarakat urang masarakat urang teh ngawengku tilu golongan, nyaeta: (1) masarakat anu teu bisa maca sama sekali, (2) masarakat anu bisa maca tapi tara pisan maca, (3) masarakat anu bisa maca bari resep maca.

Golongan anu kahiji mah jigana ayeuna geus rada langka tapi golongan nu kadua mah jigana jacida euyeub. Hal ieu teh bisa kanyahoan tina perbandingan lobana jumlah kalawarta, majalah, jeung media cetak sejena anu kacida ganjorna ti batan jumlah jelema nu aya di Indonesia. Upama ditetenan kalawan tenget mah musabab nu pangutamana mah nyaeta kurangna minat (kahayang atawa karsep) pikeun maca.

Tumuwuhna rasa resep jeung butuh ku maca teu bisa datang kitu bae tapi perelu di ipuk ti leuleutik. Lebah dieu pisan peran guru teh kacida pentingna. Jadi nu pangheulana kudu dipikiran ku guru teh lain wungkkul bahan bacaan atawa cara maca tapi kumaha nu muwuhkeun rasa resep maca ku cara mere kasenangan dina maca. Maksudna, dina pangajaran maca guru nyiptakeun kondisi anu hade sangkan siswa (murid) ngarasa yen maca teh matak resep, pogot, tur ahirna jadi pangabutuh.

Wangenan

Maca teh mangrupa kagiatan (proses) anu tujuanna pikeun nengetan maksud nu nulis, boh maksud anu sajalantrahna, ‘tersurat’ atawa maksud anu aya di satukangeun kalimah-kalimahna, ‘tersirat”. Kagiatan macana bisa make sora bisa oge ukur dina jero hate.

Papasingan

Numutkeun Ahmad Slamet, aya genep kagiatan maca anu perelu diajarkeun di sakola dasar nnnyaeta:

(1) maca teknik,

(2) maca dina jero hate

(3) maca basa, membaca bahasa

(4) maca buku pustaka

(5) maca gancang, jeung

(6) maca estetis

tina genep kagiatan di luhur sabenerna kagiatan maca teh bisa dipasingkeun kana dua kagiatan anu utama nyaeta maca make sora jeung maca di jero hate. Anu kaasup maca make sora mah ngan maca teknik anu liana mah kaasup kana maca di jero hate.

Pangajaran maca di sakola dasar di bagi dua bagian nyaeta maca munggaran, ‘membaca permulaan, jeung maca maher, ‘membaca lanjutan’. Maca munggaran diajarkeun di kelas hiji jeung di kelas dua, pangajaran maca dina tahap ieu nyoko kana maca teknik. Maca teknik oge tetep diajarkeun di kelas tilu nepi ka kelas genep, marengan pangajaran nu lianna.

(nomer 2 nepi ka nomer 6).

Di kelas nu leuwih luhur mah (ti kelas tilu ka luhur) nu leuwih loba dilatih teh nyaeta maca dina jero hate. Hal ieu teh estu dumasar kana masalah mangpaatna. Dina hirup kumbuh sapopoe mah apan anu loba dimangfaatkeun teh nyaeta maca dina jero hate. Geura wae titenan jalma anu keur maca buku., surat kabar, surat jeung sajabana komo lamon seug macana teh di tempat umum saperti dina beus apan meureun teu lucu mun kudu make maca teknik teh. Sok sanajan kitu maca teknik oge osok di gunakeun dina kahirupan sapopoe upamana wae dina macakeun bewara, warta berita boh dina radio atawa dina televisi.

Numutkeun pedaran di luhur, maca teknik tteh mangrupa pangajaran awal (munggaran) dina maca. Kulantaran eta ku urang kaharti lamun kabiasaan tina maca teknik di babawa kana kaparigelan maca anu saterusna, upama kabiasaan-kabiasaan dina kaparigelan maca anu beda teh silih pangaruhan tangtu wae bakal jadi panghalang (pikeun nu maca) pikeun nangkep maksud anu nyampak dina bacaan.

Ahmad Slamet manggihan sababaraha kabiasaan-kabiasaan anu kurang hade anu gede pisan pangaruhna kana kaparigelan maca, diantarana bae

1) maca make sora

2) maca di harewoskeun (haharewosan)

3) maca bari kunyam-kunyam

4) sirah nu maca milu maju nuturkeun jajaran-jajaran anu dibaca

5) maca bari nunjukkan kecap-kecap anu dibaca

Kabiasaan-kabiasaan goreng anu disebut di luhur teh mangrupa kabiasaan anu bakal ngaganggu kana gancangna maca, hese neuleuman maksud bacaan, jeung akibat-akibat sejenna deui.

Supaya kabiasaan-kabiasaan saperti kitu (sabenerna masih loba keneh kabiasaan goreng anu bisa disebutkeun) hentue ngabaju dina diri para murid urang, akalna mah taya deui iwal ti urang salaku guru kudu toweksa ngariksa murid dina waktu lumangsungna kagiatan maca di kelas.

Pedaran Pangajaran Maca

1) Maca Teknik

Sakumaha di pedar di luhur maca teknik teh nyaeta kagiatan maca vokal. Ringkesnamah nyaeta ngalisankeun bacaan. Dina kagiatan maca saperti kieu diperlukeun tilu komponen nyaeta nu macakeun, nu ngabandungan, jeung bahan bacaan. Numutkeun Tarigan (1986: 23)

dina maca teknik diperlukeun dua kaparigelan nyaeta,

1) melek kana aksara jeung tanda-tanda baca

2) ngalisankeun bacaan

kaparigelan anu kudu dilatih hususna di kelas hiji jeung kelas dua nyaeta lafal atawa cara ngucapkeun hiji sora, ngucapkeun kalimah boh wawaran, pananya, atawa pangajak. Di sagedengeun eta perelu oge dilatih gancang jeung ancana maca, volume sora oge kalantaran macana.

2) Maca dina Jero Hate

Dina kanyataan hirup sapopoe mah maca dina jero hate kacida pisan pentingna. Ampir kabeh kagiatan maca anu lumangsung dina kahirupan ngagunakeun maca di jero hate, iwal ti budak anu masih keneh can lancer macana anu unggal maca teh kudu wae digorolangkeun. Ku sabab kitu aya nu nganggap yen maca jero hate, maca pikeun jalma anu geus dewasa. Pamanggih kitu teh tangtu teu sapinuhna bener taqpi umumna mah benerna eta pamanggih teh bisa katangenan (kabandungan) dina hirup kumbuh sapopoe.

Waktu maca jero hate nu maca ngagunakeun panon jeung ingetan anu daria. Pikeun barudak sakola dasar mah kagiatan model kieu kaasup kagiatan anu teu pati babari dilaksanakeun 9husuna di kelas tilu jeung kelas opat) sabab biasana barudak dina umur sakitu mah apan keur meujeuhna ngopepang.

Dina pangajaran maca di sakola dasar, hal-hal penting anu kacida pisan kudu diperhatikeun ku guru nyaeta

1) biasakeun maca teu make sora, haharewosan, atawa kunyam-kunyem

2) biasakeun museurkeun ingetan kana bacaan

3) biasakeun nyaritakeun atawa nuliskeun deui eusi bacaan nurutkeun wanda nu maca.

Pikeun nmganyahoankeun (gontrol)naha budak teh keur maca bari museurkeun ingetan atwa ngalamun guru hadena mere sababaraha soal pertanyaan bacaan.

3) Maca Basa

Maca basa teh sabenerna kaasup oge kana maca dina jero hate, hartina dina maca basa teh teu kudu make sora. Pangajaran maca basa teh geus mimiti diajarkeun di kelas tilu. Tujuan utamana nyaeta pikeun ningkatkeun pangaweruh basa anu engkena bisa digunakeun pikeun ningkatkeun kaparigelan ngagunakeun basa, boh tinulis atawa lisan.

Upama diwincik mah tujuan maca basa teh saperti kaunggel di handap ieu:

(1) nambahan pangaweruh kabeungharan kecap

(2) nambahan pangaeruh dina cara ngantetkeun kecap (morfologi)

(3) nambahan pangaweruh dina tata cara ngawangun kalimah (sintaksis)

(4) nambahan pangaweruh ngeunaan cara nulis. Upamana wae cara nulis (nempatkeun) huruf gede, ngalarapkeun tanda baca, kata majemuk (?) jeung sajabana

4) Maca Pustaka

Maca pustaka ngandung harti maca bahan-bahan bacaan anu aya di perpustakaan. Jadi bahan anu di bacana teh lain bahan anu aya dina buku teks wajib, gunana nyaeta bisa dipake nyuluran kagiatan di kelas anu kaganggu ku acara-acara anu teu bisa di tinggalkeun contona rapat guru, upacara, jeung sababna .

Maca pustaka ngabogaan mangfaat anu jembar, pangpangna mah pikeun ngalegaan wawasan (heunteu cupet, kurung batok) oge pikeun numuwuhkeun rasa estetis ku jalan maca bacaan-bacaan sastra. Jadi, maca pustaka teh bisa oge di adumaniskeun jeung maca estetis tapi tangtu wae kudu milih tempat anu merenah, ulah nepi ka ngaganggu batur anu keur maca.

PRABU SILIWANGI: DI ANTARA FAKTA JEUNG MITOS

ku Asep Nurjamin

Pikeun masyarakat Sunda, Prabu Siliwangi teh mangrupa tokoh sajarah. Hartina Prabu Siliwangi teh dianggap kungsi aya di kieuna. Anjeunna dianggap raja agung nu kungsi nyakrawati ngabahu denda di Karajaan Sunda. Sok sanajan kitu, nu saenyana dina buku-buku sajarah ngeunaan Karajaan Sunda mah teu kungsi kasebut aya raja nu ngaranna Prabu Siliwangi.

Dina sababarah prasasti, nu kasebut teh ukur Prabu Raja Wastu, Rahyang Niskala Wastukancana, Rahyang Ningratkancana, jeung Sri Baduga Maharaja minangka raja Sunda. Dina catetan sajarah anu mangrupa naskah oge ngaran Prabu Siliwangi minangka raja Sunda teh teu kungsi kasebut. Dina naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian nu disusun tahun 1518 disebutkeun yen Siliwangi teh mangrupa judul carita pantun (Aca & Saleh Danasasmita, 1981). Numutkeun juru pantun nu aya di Bogor dina tahun 1986, Siliwangi teh ngarupakeun raja agung ti Pajajaran. Upama nu dicaritakeun dina eta eusi carita pantun sarua jeung eusi carita pantun Siliwangi nu disebut dina Sanghyang Siksa Kandang Karesian, hartina dina taun 1518 ngaran Siliwangi salaku raja Pajajaran geus jadi tokoh sastra, tokoh sasakala, jeung tokoh sajarah. Hal ieu ngandung harti oge yen dina mangsa pamarentahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521), ngaran Siliwangi geus jadi tokoh sastra. Kitu deui numutkeun naskah Bujangga Manik nu nyebutkeun yen Siliwangi (nu ditulisna Silih Wangi) teh ngaran tokoh nu diabadikeun dina ngaran pamandian atawa sumur Jalatunda di daerah Kabupaten Brebes Jawa Tengah ayeuna. Numutkeun Noorduyn (1982), eta katerangan teh jadi ciciren yen nalika eta sajarah ditulis, Silih Wangi teh geus jadi tokoh sajarah anu kacida populerna. Kulantaran kitu, gede pisan panasaran pikeun ngajawab pertanyaan ngeunaan saha anu saenyana ari Prabu Siliwangi teh. Naha anjeunna teh saukur mitos atawa legenda nu aya dina hasanah budaya masyarakat Sunda atawa hiji tokoh sajarah nu enya-enya kungsi aya di kieuna?

Salaku tokoh legendaris, mitologis, jeung pahlawan dina alam kabudayaan, Prabu Siliwangi dianggap tokoh nu asalna ti kulawarga karaton, putra raja ti prameswari, kasep, leber wawanen, gede kawani, wijaksana, jeung adil. Ajeunna raja pamungkas di Pajajaran nu pinunjul. Prabu Siliwangi dicaturkeun jadi raja nu sakti nepi ka teu bisa paeh, saukur ngahiang, ngaleungit raga badagna. Ari rohna tetep hirup ngageugeuh di tatar Sunda. Mun kawenehan, roh Prabu Siliwangi sok datang magrupa maung lodaya. Nepi ka kiwari, roh Prabu Siliwangi masih nyerangkeun bari ngaping ngajaring ti kaanggangan bok bisi urang Sunda meunang pangrobeda.

Sakali deui, perlu diyakinkeun yen eta kayakinan urang Sunda teh estu ngan numutkeun sumber sajarah anu sekunder, mangrupa babad, wawacan, atawa folklore. Dina sajarah primer anu mangrupa prasasti jeung naskah kontemporer mah ngaran Prabu Siliwangi teh teu kungsi pisan disebut. Ku lantaran kitu, bisa dicindekkeun yen tokoh Prabu Siliwangi teh teh lain tokoh sajarah tapi ukur tokoh nu hirup dina alam ciciptaan urang Sunda.

Numutkeun data sekunder nu aya, carita ngeunaan Prabu Siliwangi teh bisa dijieun tilu kelompok. Kelompok kahiji, nyaritakeun Prabu Siliwangi (1) minangka tokoh anu agung tur linuhung. Dina kelompok ieu teu dicaritakeun yen Siliwangi teh (2) mangrupa raja Pajajaran anu munggaran atawa nu pamungkas tapi ukur dicaritakeun yen anjeunna teh (3) boga luluhur jeung boga turunan. Sumber sekunder anu kaasup kelompok ieu teh, nyaeta: Babad Siliwangi, Babad Pajajaran,Carita Anggalarang, jeung Cariosan Prabu Siliwangi.

Kelompok kadua, nu umumna aya di daerah Cirebon, nyaritakeun yen Prabu Siliwangi teh: (1) luluhurna Syarif Hidayat atawa Sunan Gunung Jati, (2) raja pamungkas ti Pajajaran, (3) nagarana dicangking ku anak incuna. Sumber sekunder anu kaasup kelompok ieu teh, nyaeta: Carita Purwaka Caruban Nagari, Babad Cirebon, jeung Wawacan Walangsungsang.

Kelompok katilu, nyaritakeun yen Prabu Siliwangi the: (1) raja Pamungkas ti Pajajaran. Anjeunna (2) dicaturkeun jadi raja anu hengker, (3) nagarana ancur burakrakan. Dina kelompok ieu Siliwangi (4) dicaritakeun ngahiang pikeun nyingkahan pangajak jeung pamaksa sangkan ngagem Islam ti putrana anu kaceluk Kean Santang. Sumber sekunder nu kaasup kelompok ieu nyaeta Babad Godog sareng Wawacan Perbu Kean Santang.

Sanajan taya pisan bukti sajarah nu nguatkeunana, kayakinan kana ayana Prabu Siliwangi teh nepi ka kiwari tetep hirup dina alam pikiran masyarakat Sunda. Loba keneh jalma nu percaya yen roh Prabu Siliwangi teh masih keneh bisa diamat tur nyurup kana awak jala kiwari. Cenah, nalika nyurup kitu Siliwangi Prabu Siliwangi mere wangsit, pituduh, mere wejangan, ngawawadian, ngelingan sangkan sakabeh seuweu siwi Siliwangi hirup bener cageur bageur. Biasana, nyurupna teh ka jala anu neyebut-nyebut ngaran Siliwangi, cenah.

Ku kuat-kuatna kayakinan kana ayana jeung kasaktianana, nepi ka dina mangsa ngadegkeun divisi tentara di Jawa Barat dingaranan Divisi Siliwangi kalayan make lambang hulu maung lodaya. Nu dipalar sangkan para prajuritna boga rasa percaya diri, pengkuh, ngagedur sumangetna dina enggoning bebela ka nagarana,

Urang Sunda percaya yen teu saeutik tempat di tatar Sunda nu dipercaya mangrupa tapak lacak Prabu Siliwangi. Eta tempat teh dianggap tempat panganjrekan, tempat ngahiang, tempat nu kungsi didatangan, jeung rea-rea deui. Titingalna aya anu mangrupa watu gigilang nu sok disarebut oge pangcalikan atawa batu singgasana, kuburan, prasasti, sirah cai, curug, leuweung, jeung sajabana. Di sagedengeun ti eta aya oge nu mangrupa urut karaton, benteng pertahanan, leuwi sipatahunan, arca batu, prasasti batu tulis di Bogor, kuburan tempat ngahiang di Gunung Gede di Bogor jeung Sukabumi, Leuweung Sancang di Garut, Curug Puntang di gulampeng kaler Gunung Malabar di Bandung kidul, jeung Sumur Jalatunda di Brebes, ,

Cag, heula sakitu!

Disundakeun & diadaptasi ku Asep Nurjamin

tina Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran Jilid 2 karangan Edi S Ekajati

penerbit Pustaka Jaya Jakarta tahun 2005