Senin, 08 Desember 2008

SERI: MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS

DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KALIMAT UTAMA
MENJADI SEBUAH PARAGRAF
oleh: Asep Nurjamin, M.Pd.

Secara sederhana, menulis dapat diartikan sebagai “kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis”. Secara teoretis, menulis itu hampir tidak ada bedanya dengan berbicara. Keduanya merupakan cara untuk menyampaikan gagasan. Perbedaannya, berbicara menggunakan saluran lisan sedangkan menulis meng-gunakan saluran tulis. Akan tetapi, jika kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ternyata bahwa sebagian besar dari manusia lebih banyak yang mengungkapkan gagasan secara lisan dibandingkan dengan manusa yang mengungkapkan gagasan secara tertulis.
Mengungkapkan gagasan secara tertulis jauh lebih kompleks dibandingkan dengan mengungkapkan gagasan secara lisan. Itulah sebabnya keterampilan menulis memerlukan pelatihan khusus. Terdapat perbedaan tingkat kesulitan antara meng-ungkapkan gagasan secara lisan daripa mengungkapkan gagasan secara tertulis. Oleh karena itu, orang yang tidak melatih diri untuk menulis tidak mungkin menguasai dengan baik keterampilan menulis. Salah satu bentuk pelatihan menulis yang paling penting adalah menulis. Ya, asahlah keterampilan menulis Anda dengan menulis.
Sama dengan berbicara, untuk menulispun dimulai dengan adanya gagasan yang hendak disampaikan. Akan tetapi, pada saat akan mulaii menulis gagasan-gagasan kita itu seakan hilang dan sulit ditemukan. Berbeda dengan pada saat akan berbicara, gagasan-gagasan muncul dengan lancar dan mudah seolah-olah tanpa harus memikirkannya terlebih dahulu.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam mengungkapkan gagasan utama, cobalah bertanya kepada diri sendiri “Apa yang sebenarnya hendak kita sampaikan?”. Rumus-kan jawaban kita tersebut dalam bentuk kalimat pernyataan. Kalimat jawaban inilah yang lebih mudah untuk dijadikan kalimat utama dari paragraf yang akan kita tulis.
Untuk menjadi sebuah paragraf, kalimat utama itu harus diikuti dengan kalimat kedua. Kalimat kedua ini dapat berupa penjelasan dari kalimat pertama. Selain itu, kalimat kedua ini dapat pula berupa kebalikan, contoh, atau rincian dari isi pernyataan kalimat pertama. Demikian pula halnya dengan kalimat-kalimat selanjutnya.
Jumlah kalimat yang kita buat pada paragraf pertama ini tidak terbatas. Keputusan untuk membuat paragraf baru, didasarkan pada tingkat keluasan pengembangan kalimat utama dari paragraf tersebut. Apabila kita merasa bahwa kaimat baru yang akan kita tulis berikutnya sudah berbeda dari kalimat utama pada paragraf pertama, tempatkan kalimat tersebut pada paragraf berikutnya.

Senin, 10 November 2008

Dilematika Pembelajaran Bahasa: antara "Ketepatan" dengan "Kelancaran"

KETEPATAN BENTUK DAN KELANCARAN BERKOMUNIKASI
oleh: Asep Nurjamin

Saat ini dapat kita melihat bahwa metodologi pembelajaran bahasa itu selalu berada dalam situasi tarik menarik dalam sebuah dikotomi antara: (1) ketepatan bentuk atau struktur bahasa yang dipergunakan dengan (2) kelancaran dalam berkomunikasi. Menurut Nunan (2003:6), sebelum masa tahun 1970-an pembelajaran bahasa cenderung diarahkan pada penguasaan struktur kebahasaan. Pada masa itu, para siswa lebih didorong untuk menguasai tatabahasa, kosakata, serta tatabunyi. Hal ini dilakulan agar para siswa dapat membuat bentuk-bentuk baru berdasarkan prinsip analogi. Para siswa diarahkan untuk menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang benar dari segi tatabahasa, kosakata, serta tatabunyinya. Dengan demikian, pembelajaran seperti ini lebih mengutamakan aspek ketepatan, ‘accuracy’, dari segi tatabahasa, kosakata, serta tatabunyi dalam berkomunikasi. Akan tetapi, pembelajaran seperti ini kini dianggap tidak berhasil.
Baru pada tahun 1970-an tumbuh kesadaran bahwa pembelajaran bahasa itu harus diarahkan pada tujuan komunikatif. Metodologi pembelajaran diarahkan pada penguasaan makna komunikasi bukan pada ketepatan bentuk. Menurut Nunan (2003:7), pendekatan ini telah melahirkan pembelajaran yang berpusat pada siswa, ‘learner-centered education’. Selanjutnya, hal ini melahirkan pengajaran bahasa berdasarkan tugas, ‘task-based teaching’. Dalam hal ini pembelajaran bahasa berdasarkan pengalaman dengan tujuan untuk mencapai tujuan non-linguistik, yang memperlihatkan hubungan antara apa yang dipelajari di dalam kelas dengan apa yang benar-benar diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, tugas-tugas itu dapat dilihat pada saat mendengarkan ceramah, memesan makanan, menanyakan alamat rumah, tawar-menawar, dan sebagainya. Tugas-tugas tersebut memperlihatkan bahwa komunikasi itu tidak menghasilkan hal-hal yang linguistis tetapi menghasilkan hal-hal yang bersifat nonlinguistis. Hasil yang hendak diperoleh dari tawar-menawar barang adalah diberikannya barang itu dengan harga yang kita inginkan, bukan untuk menghasilkan struktur bahasa yang baik dan benar.
Kelancaran dalam berkomunikasi ditandai dengan: (1) kelancaran dalam mengungkapkan gagasan secara lisan dan tulis; (2) kelancaran dalam memahami isi tuturan serta tulisan orang lain. Untuk menguasai kecakapan ini para siswa harus diberi pelatihan yang cukup dalam menggunakan bahasa. Mereka tidak boleh terlalu dibebani dengan keharusan menggunakan bentuk-bentuk yang baku sampai mereka memiliki tingkat kelancaran yang memadai.

Rabu, 22 Oktober 2008

MEMBACA SEBAGAI BAGIAN DARI EMPAT KETERAMPILAN BERBAHASA
oleh: Asep Nurjamin


Kemampuan manusia dalam berkomunikasi dapat dibedakan atas empat keterampilan, yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Berdasarkan hakikatnya, keempat keterampilan ini dapat dibedakan atas keterampilan lisan dan tulis. Keterampilan menyimak dan keterampilan berbicara termasuk ke dalam kelompok keteramplan lisan sedangkan keterampilan membaca dan menulis termasuk ke dalam kelompok keterampilan tulis.
Keempat keterampilan itu pun dapat pula dibedakan atas keterampilan produktif dan keterampilan reseptif. Keterampilan berbicara dan keterampilan menulis termasuk kelompok keterampilan produktif sedangkan keterampilan menyimak dan membaca termasuk kelompok keterampilan yang bersifat reseptif.
Keterampilan berbicara disebut keterampilan yang bersifat produktif karena kegiatan berbicara selalu menghasilkan suatu produk berbicara yaitu tuturan atau pembicaraan. Keterampilan menulis disebut keterampilan yang bersifat produktif karena menghasilkan sesuatu produk yaitu tulisan. Pada pihak lain, keterampilan menyimak termasuk keterampilan yang bersifat reseptif karena keterampilan ini hanya bersifat memahami tuturan orang lain. Demikian pula halnya dengan keterampilan membaca yang hanya bersifat memahami tulisan orang lain.
Keterampilan berbahasa secara lisan yang meliputi keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan primer sedangkan keterampilan membaca dan menulis termasuk keterampilan sekunder. Alasannya, karena pada hakikatnya keterampilan manusia dalam berkomunikasi adalah keterampilan berbahasa secara lisan melalui bunyi-bunyi bahasa. Keterampilan berkomunikasi seperti ini dapat dilakukan oleh semua suku bangsa, hampir tidak ada suku bangsa yang tidak dapat berkomunikasi secara lisan di antara anggota kelompok suku bangsanya. Keterampilan seperti ini cenderung dapat dipelajari secara alamiah melalui pergaulan langsung dalam masyarakat. Karena bersifat alami itulah proses belajar berbicara dan menyimak itu berlangsung tanpa disadari oleh para pembelajarnya.
Berbeda dengan keterampilan lisan, keterampilan tulis, yang meliputi keterampilan membaca dan keterampilan menulis merupakan yang harus dipelajari. Orang yang tidak belajar membaca dan menulis mustahil dapat membaca dan menulis. Untuk itu diperlukan guru, sarana, dan media pembelajaran. Ada ahli yang menyatakan bahwa kedua keterampilan ini merupakan keterampilan yang hanya dimiliki oleh masyarakat modern yang telah mengenal dunia persekolahan. Kedua keterampilan ini tidak mungkin dimiliki oleh masyarakat tradisional. Oleh karena itu, keterampilan baca tulis ini digolongkan sebagai keterampilan yang bersifat sekunder.
DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KALIMAT UTAMA
MENJADI SEBUAH PARAGRAF
oleh: Asep Nurjamin, M.Pd.

Secara sederhana, menulis dapat diartikan sebagai “kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis”. Secara teoretis, menulis itu hampir tidak ada bedanya dengan berbicara. Keduanya merupakan cara untuk menyampaikan gagasan. Perbedaannya, berbicara menggunakan saluran lisan sedangkan menulis meng-gunakan saluran tulis. Akan tetapi, jika kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ternyata bahwa sebagian besar dari manusia lebih banyak yang mengungkapkan gagasan secara lisan dibandingkan dengan manusa yang mengungkapkan gagasan secara tertulis.
Mengungkapkan gagasan secara tertulis jauh lebih kompleks dibandingkan dengan mengungkapkan gagasan secara lisan. Itulah sebabnya keterampilan menulis memerlukan pelatihan khusus. Terdapat perbedaan tingkat kesulitan antara meng-ungkapkan gagasan secara lisan daripa mengungkapkan gagasan secara tertulis. Oleh karena itu, orang yang tidak melatih diri untuk menulis tidak mungkin menguasai dengan baik keterampilan menulis. Salah satu bentuk pelatihan menulis yang paling penting adalah menulis. Ya, asahlah keterampilan menulis Anda dengan menulis.
Sama dengan berbicara, untuk menulispun dimulai dengan adanya gagasan yang hendak disampaikan. Akan tetapi, pada saat akan mulaii menulis gagasan-gagasan kita itu seakan hilang dan sulit ditemukan. Berbeda dengan pada saat akan berbicara, gagasan-gagasan muncul dengan lancar dan mudah seolah-olah tanpa harus memikirkannya terlebih dahulu.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam mengungkapkan gagasan utama, cobalah bertanya kepada diri sendiri “Apa yang sebenarnya hendak kita sampaikan?”. Rumus-kan jawaban kita tersebut dalam bentuk kalimat pernyataan. Kalimat jawaban inilah yang lebih mudah untuk dijadikan kalimat utama dari paragraf yang akan kita tulis.
Untuk menjadi sebuah paragraf, kalimat utama itu harus diikuti dengan kalimat kedua. Kalimat kedua ini dapat berupa penjelasan dari kalimat pertama. Selain itu, kalimat kedua ini dapat pula berupa kebalikan, contoh, atau rincian dari isi pernyataan kalimat pertama. Demikian pula halnya dengan kalimat-kalimat selanjutnya.
Jumlah kalimat yang kita buat pada paragraf pertama ini tidak terbatas. Keputusan untuk membuat paragraf baru, didasarkan pada tingkat keluasan pengembangan kalimat utama dari paragraf tersebut. Apabila kita merasa bahwa kaimat baru yang akan kita tulis berikutnya sudah berbeda dari kalimat utama pada paragraf pertama, tempatkan kalimat tersebut pada paragraf berikutnya.
Pertemuan I
PENDEKATAN KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
oleh: Asep Nurjamin, M.Pd.

Pendekatan komunikatif mulai dikenal pada awal tahun 1970-an di Inggris. Pendekatan ini merupakan pionir dalam pembelajaran bahasa yang memulai menggunakan pendekatan yang benar-benar ditujukan untuk kepentingan pembelajaran yang terpisah dari Linguistik. Sebelumnya, pendekatan pembelajaran bahasa senantiasa diturunkan dari teori Linguistik tertentu seperti Strukturalisme.
Pada dasarnya, pendekatan komunikatif ini merupakan pendekatan pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pembelajaran pada penguasaan kecakapan berbahasa daripada penguasaan struktur bahasa. Ahli-ahli pembelajaran di Inggris yang pertama mendukung gagasan ini di antaranya Christopher Chandlin dan Henry Widdowson sedangkan ahli Linguistik Fungsional Inggris yang mendukung gagasan ini adalah John Firth dan M.A.K. Halliday. Sosiolinguis Amerika yang mendukung gagasan ini di antaranya Dell Hymes, John Gumperz, dan William Labov sedangkan ahli filsafat Amerikanya adalah John Austin dan John Searle.
Salah satu prinsip pembelajaran bahasa menurut pandangan para ahli pendekatan Komunikatif dikemukakan oleh Canale dan Swain (1980), yang secara tegas mengatakan bahwa kemampuan berbahasa seorang anak itu sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan kompetensi komunikatif, yang terdiri atas empat kompetensi yang meliputi: (1) kompetensi gramatikal, (2) kompetensi sosiolinguistik, (3) kompetensi kewacanaan, serta (4) kompetensi strategik. Setiap anak akan dapat berkomunikasi dalam bahasa tertentu apabila anak itu mnguasai empat kompetensi tersebut.
Kompetensi gramatikal yaitu pengetahuan dan kemampuan dalam bidang tatabunyi, kosakata, serta tatabahasa. Kompetensi sosiolinguistik menyangkut penguasaan memilih bentuk komunikasi yang sesuai dengan lawan bicara, tempat, suasana, saluran komunikasi, serta aspek lain yang harus dipertimbangkan dalam berkomunikasi. Kompetensi kewacanaan meliputi kemampuan memilih bentuk wacana yang sesuai dengan konteks komunikasi. Kompetensi strategik mencakup keberanian, rasa percaya diri, kemampuan berbagi peran dengan lawan bicara, pemanfaatan peluang untuk berbicara, dan sebagainya.
Pandangan lain tentang kompetensi komunikatif ini dikemukakan oleh Richards et al (1992:65). Menurutnya, kompetensi komunikatif itu meliputi: (1) pengetahuan tentang tatabahasa dan kosakata, (2) pengetahuan tentang tatabicara seperti kapan harus memulai atau mengakhiri pembicaraan, tofik apa yang pantas dibicarakan, dan sebagainya; (3) pengetahuan tentang bagaimana menggunakan dan member respon terhadap tindak tutur yang berbeda, seperti: meminta, memohon maaf, berterima kasih, mengundang, mengajak, atau merayu; (4) mengetahui cara menggunakan bahasa secara tepat dengan mempertimbangkan sopan santun, adat istiadat, kebiasaan, dan sebagainya.

Rabu, 18 Juni 2008

Sajak Yasana Yus Rusyana

Yus Rusyana

TUKEURAN IEU SAJAK

Tukeuran ieu sajak

Ku salambar simbut atawa samak saheulay

Heug rungkupkeun ka barudak anu teu kaburu heuay

Pating golepak dina trotoar

Tukeuran ieu sajak ku beas wuluh atawa heucak

Heug sidkahkeun ka nu haropak

Anu mangkuk di saung atawa di kolong sasak

Tukeuran ieu sajak

Ku sababaraha siki pelor

Heug tembakkeun kana genggerong koruptor manipulator

Sina enya kalojor

Tukeuran ieu sajak

Ku beubeutian tina kalbu anu rido

Keur nyebor anu balangsak

(lamun teu kitu sasaak)

Ciliwung 19 Juli 1966

Minggu, 01 Juni 2008

MEMORI DAN KEMAMPUAN BERBAHASA

MEMORI DAN KEMAMPUAN BERBAHASA

Asep Nurjamin

A. Pengertian Memori

Istilah memori mengacu pada dua pengertian: (1) sebuah wilayah yang terdapat di dalam diri manusia (2) sebuah alat yang berfungsi untuk menyimpan fakta atau peristiwa. Hasil penelitian yang dilakukan ahli bedah syaraf bernama Wilder Penfield memperlihatkan bahwa memori itu berada pada daerah lobe temporal. Ada juga pendapat yang mengaakan bahwa memori tidak terdapat pada satu daerah elainkan menyebar pada seluruh bagian otak.

B. Jenis-Jenis Memori

Menurut Penfield dan Roberts (1959) ada tiga macam memori. Pertama, memori pengalaman, memori konseptual, serta memori kata.

Memori pengalaman adalah memori yang berkaitan apa yang kita alami pada masa yang lalu. Memori konseptual adalah memori yang dipakai untuk membangun konsep berdasarkan fakta yang sudah tersedia. Memori kata adalah memori yang berfungsi untuk menghubungkan sebuah konsep dengan wujud bunyi bahasa dari konsep tersebut.

Pada pihak lain, Squire dan Kandel (1999) membagi memori menjadi dua, yaitu memori non deklaratif dan memori deklaratif. Memori nondeklaratif berasal dari pengalaman tetapi terwujud dalam bentuk perilaku, bukan rekoleksi terhadap peristiwa masa lalu. Memori ini lebih bersifat instingtif. Sebaliknya, memori deklaratif adalah memori untuk peristiwa, fakta, kata, wajah, musik, serta semua bentuk pengetahuan yang telah kita miliki. Pemerolehan memori ini sangat dipengaruhi oleh enam hal berikut ini.

Pertama, faktor sikap. Semakin positif sikap kita terhadap sesuatu fakta akan semakin kuat kecenderunggannya untuk disimpan dalam memori. Kedua, faktor pengulangan. Semakin sering diulang akan semakin kuat tertanam dalam memori. Ketiga, faktor relevansi. Apabila seseorang merasa relevan atau sesuai dengan sesuatu fakta niscaya fakta itu tidak mudah dilupakan. Keempat, faktor signifikansi. Sesuatu yang dianggap bermakna dan berpengaruh terhadap kehidupan akan tetap dikenang dan tinggal dalam memori. Kelima, faktor pelatihan. Pelatihan dalam situasi yang mendekati keadaan yang sebenarnya seperti yang dilakukan pada gladi resik akan membuat orang mengingat dengan baik. Keenam, faktor keteraturan. Sesuatu yang ditempatkan secara teratur dan pada tempatnya akan memudahkan orang untuk mengingatnya.

Wiliiam James, membagi memori menjadi dua jenis, yaitu memori pendek dan memori panjang. Memori pendek terdiri atas dua bagian, yaitu memori sejenak dan memori kerja. Memori pendek berfungsi sebagai penahan informasi secara temporer sampai memori itu dimasukkan ke dalam memori panjang atau dilupakan. Memori pendek hanya menyimpan informasi sekitar 30 detik. Lamanya waktu tersebut sebenarnya dapat diperpanjang dengan mengulangnya. Perpanjangan seperti ini membuat memori sejenak berubah menjadi memori kerja.

Ahli lain, yaitu Chafe (1973) menganggap ada tiga macam memori yang meliputi: (1) memori permukaan, (2) memori dangkal, dan (3) memori dangkal. Kesadaran kita akan sesuatu akan bergantung pada empat macam rangsangan. Pertama, kita menyadari ada sesuatu karena adanya persepsi sensori yang diterima panca indra dan langsung masuk ke dalam kesadaran kita. Kedua, kesadaran itu akan ditampung dalam memori permukaan untuk beberapa saat. Ketiga, rangsangan tersebut selanjutnya dipindahkan ke memori dangkal. Informasi atau rangsangan yang ada pada memori dangkal ini sewaktu-waktu dapat dipanggil dalam keadaan utuh. Akhirnya, informasi tersebut akan dikirim ke memori dalam untuk disimpan dalam masa yang cukup lama.

Disarikan oleh Asep Nurjamin dari Soejono Dardjowidjojo (2003 Yayasan Obor Idonesia)